Rabu, 06 Desember 2023

THE MADAME AT SCHOOL - BAB 10. LISA DIUSIR DARI SEKOLAH?

 



BAB 10. Lisa Diusir Dari Sekolah?


    

      Di pelajaran pertama kelas 12 Sains ialah Fisika. Semua murid sudah siap dengan bukunya masing-masing karena mengetahui siapa yang akan memberikan materi pembelajaran terlebih dahulu. Joy yang diketahui berstatus Guru Fisika teladan, sudah memasuki kelas itu. Tak heran karena ia seorang Guru yang tepat waktu. Baginya membuat murid pintar adalah tugas utamanya. Karena itu dia berperilaku tegas dan di cap sebagai Guru Killer.


Joy menyincingkan mata, memperhatikan satu per satu murid di kelas itu. "Lisa dimana? Apa terlambat lagi?!" ujarnya yang terdengar seperti membentak itu.


Taehyung sang Ketua Kelas, melirik kanan kiri. "Bu guru, dia lagi sakit." Joy menggeleng antara percaya atau tidak jika Lisa sedang sakit saat ini.


Jennie yang kebetulan melewati Kelas itu sesekali menoleh mencari keberadaan Lisa. Karena dia sudah tahu jika Lisa bertempat dikelas Sains.


"Kemana dia? Apa telat lagi?" batin Jennie.


"Akh, iya Kak, tolong nanti kasih tau Ibu Joy buat kirim hasil ulangan kelas 12 Sains! Karena tinggal kelas itu yang belum aku lihat hasilnya." Wendy mengangguk sekaligus bergumam untuk merespon ucapan Jennie.


Setelah memeriksa hasil ulangan. Sekali lagi Jennie memijit pelipisnya setelah melihat hasil ulangan Kelas Sains. Lagi-lagi emosinya meledak, bagaimana tidak ia harus melihat hasil yang tidak dia inginkan. Apalagi setelah melihat nama Liaa yang mendapatkan warna merah tidak melampaui KKM.


"Kak, Tolong suruh siswa itu keruanganku sekarang juga!" Jennie meninggikan nada bicaranya. Dia benar-benar meredam emosi saat ini.


Dengan langkah cepat, Wendy menuju ruang Kelas yang di huni Lisa. Matanya menyusuri setiap sudut kelas, mencoba mencari keberadaan cowok itu.


"Lisa nya ada?" tanya Wendy kepada dua orang di kelas itu. Mereka adalah Taehyung dan Seulgi. Karena ini waktu istirahat. Jadi semua murid melakukan rutinitasnya masing-masing.


Seulgi yang sekarang duduk diatas meja. Langsung menegakkan badan nya. "Lisa nya sakit Kak, jadi gak masuk sekolah."


Wendy terdiam sejenak. "Aduh, bisa marah besar dia." gumam wanita itu mengaduh. Dia sampai memegangi kepalanya menyadari jika Jennie akan marah.


"Ada perlu apa dengan Lisa Kak?" tanya Seulgi penasaran. Mereka memang memanggil Wendy dengan embel-embel Kak, karena cukup bingung harus memanggil wanita itu apa, guru juga bukan.


"akh itu. Nanti kalau dia sudah masuk, bilang saja di cari kepala sekolah ya, suruh keruangan!" Beritahu Wendy, sedikit memaksakan senyuman.


Taehyung dan Seulgi saling menatap, penasaran kedua cowok itu makin meningkat.


"Bisa di wakilin aja gak Kak?" tanya Seulgi, lagi.


"Iya Kak, soalnya gak tau dia kapan bisa masuknya lagi, emph!" Buru-buru Seulgi membekap mulut Taehyung karena hampir saja keceplosan.


Sekarang gantian Wendy yang penasaran, tapi cenggiran dari Seulgi membuatnya mau tidak mau mengurungkan rasa penasarannya itu. "Lagi?"


"Itu! Kan dia lagi sakit Kak, jadi gak taukan kapan bisa sembuhnya." Seulgi mencoba menjelaskan berharap wanita itu tidak mengintrograsikan nya.


Wendy mengangguk mengerti, karena apa yang dikatakan Seulgi ada benarnya juga. "Yasudah intinya kapan dia sekolah suruh langsung ke ruangan saja ya, saya pamit dulu." Lantas ia langsung meninggalkan ruang Kelas itu.


Wendy membuka kenop pintu secara perlahan. Berharap kehadirannya tidak diketahui empunya ruangan. Tetapi nihil, Jennie yang mempunyai Insting kuat menoleh kearah Wendy yang sekarang hanya bisa memberikan cenggiran.


"Hum... Temannya bilang, dia lagi sakit jadi gak masuk sekolah."


Jennie menghela nafas panjang. "Sakit apa pura-pura sakit?" gemas Jennie. Harus Wendy akui dirinya menjadi pelampiasan.


"Aku harus kasih dia pelajaran, jangan sampai dia bikin malu sekolah ini. Jennie berseru, emosinya benar-benar memuncak pada saat ini.


LISA PoV

Aku tersadar dari tidur yang lumayan panjang. Ketika hendak membuka mata sedikit demi sedikit, aku melihat ada empat orang sedang menunggu yang sudahku pastikan mereka adalah sahabat-sahabat ku. Mereka terlihat tersenyum lega setelah mendapatiku membuka mata. Meskipun ada tatapan sendu dimata mereka. Mungkin ada banyak pertanyaan yang mereka pendam, tetapi untuk saat ini aku benar-benar tidak bisa bercerita. 


Dua hari aku dirumah sakit dan selama itu aku menjalani perawatan yang belum sepenuhnya. Tapi aku tidak ingin berlama-lama disini. Ada kerjaan yang harus dilakukan dan status ku sebagai seorang pelajar. Karena aku tahu jika Kepada Sekolah itu akan marah besar tidak mendapatiku selama beberapa hari disekolah. Jadi hari ini aku memutuskan untuk masuk Sekolah. Luka tusukan diperut bagian kiri membuatku berjalan sedikit tertatih. Karena rasa nyeri yang belum juga sembuh.


Aku melihat di depan pintu gerbang keempat sahabatku sudah menunggu dengan senyuman manis mereka yang akhir-akhir ini selalu mereka tunjukan. Mungkin karena aku sedang mengalami musibah jadi mereka lebih menunjukkan senyum dari pada ocehan kepada ku.


"Madam nyuruh lo ke ruangannya sekarang juga!"


Jimi menoyor kepala Taehyung. "Ckck! Lo jangan bikin Lisa pagi-pagi banyak pikiran dong!"


Aku tersenyum kecut. Aku tahu jika beberapa sahabatku memang menyembunyikan sesuatu agar diriku tidak terbebani.


"Gapapa, gue udah tau," ucapku mencoba meyakinkan mereka jika aku baik baik saja. "Gue langsung kesana aja."


Aku menghirup udara dari rongga hidung berharap dapat kekuatan.


Hanbin menepuk bahuku. "Kalau ada apa-apa bilangin gue yaa..."


"Wih, pahlawan nih!" pujiku pada Hanbin yang lebih bermaksud gurauan.


"Cih! Kapan lagi gue kayak gini coba!"


"Ututu..." Aku mengelus rambut Hanbin dengan sayang. "Lo doang yang paling sweet di antara kita-kita."


"Udah akh! Gue langsung kesana dulu, nanti makin marah beliau kalau kelamaan." pamitku kepada mereka.


"Semangat Brother!" teriak mereka dari belakang, setelah beberapa langkah aku berjalan.


Aku menoleh lalu mengangkat tangan kananku. Menunjukan jika diriku semangat dan siap mendapatkan ocehan dari sang Madam yaitu Kepada Sekolah.


Mataku berkelana kesetiap sudut dan tidak mendapati seorang pun di ruangannya. Mungkin mereka belum datang pikirku. Aku mondar-mandir mencoba bersabar menunggu mereka. Tepat dimenit kelima mereka tiba. Maksudnya Kepada Sekolah, karena tidak dengan Managernya.


Kedatangannya membuatku sedikit merinding ketakutan karena merasa aura yang begitu sangat mencengkram. Bagaimana tidak, dengan raut wajah datar dan dinginnya itu, aku sudah tahu jika dirinya akan marah besar. Aku menegguk saliva ku susah payah. Dia melewatiku tanpa menoleh sedikitpun. Aku hanya bisa menundukkan kepala, bersikap sesopan mungkin kepada dirinya, bertepatan dengan dengan dia sampai di kursi kebangaannya.

LISA PoV End


Cukup lama mereka saling diam sampai akhirnya Jennie membuka suara.


"Apa anda tetap ingin sekolah?" tandas Jennie sambil melepas kacamata hitamnya. Matanya langsung menatap lekat ke manik mata Lisa. Dengan tatapan tajamnya itu yang lantas mampu membuat Lisa terdiam mematung.




_THE MADAME AT SCHOOL_



THE MADAME AT SCHOOL - BAB 9.LISA SEKARAT

 



BAB 9. Lisa Sekarat



           Komplotan perampok itupun menoleh cepat kearah Lisa. Perampok itu berjumlah lima orang. Dua orang dari mereka sendang sibuk memegangi wanita yang jadi korban. Sedangkan tiga dari lainnya sudah mengobrak abrik mobil yang dipastikan milik korban.


Salah satu perampok itu memberikan smirk. "HAHA! Bocah, apa kau gak kapok berurusan dengan kami?!"


Lisa yang masih berkacak pinggang tertawa renyah. "Hum! Sebenarnya sih, gue udah males banget harus ngotorin tangan gue."


Mendengar perkataan Lisa membuat mereka geram habis-habisan. Satu dari mereka sudah melayangkan tinjunya tapi langsung ditangkis oleh Lisa. Melihat itu, dua orang yang lainnya langsung maju secara bersamaan. Jadilah tiga lawan satu, karena dua orang lainnya masih memegangi wanita itu yang sekarang sudah lemah.


Perkelahian pun terjadi, meskipun Lisa sudah mendapatkan memar diwajahnya dan luka dibibir bawahnya tapi dia tetap unggul. Bagaimana tidak, karena tiga perampok itu kewalahan menghajar Lisa yang masih muda apa lagi lihai dalam urusan bertinju. Mereka sudah mendapatkan banyak pukulan dan ada yang sudah terkepar lemah. Sampai pada akhirnya satu perampok yang memegangi wanita itu menghampiri Lisa secara diam-diam sambil membawa pisau ditangannya dan langsung menancapkan kearah perut bagian kiri Lisa.


Lisa yang menyadari dirinya sudah mendapat luka tusukkan membuatnya terhuyung kedepan. Perampok yang masih memegangi wanita itu langsung menampar kuat sang wanita sehingga menyebabkan pipinya merah. Komplotan perampok langsung berlari meninggalkan mereka karena tidak mau ambil resiko. Lisa yang melihat itu masih berusaha menguatkan dirinya, ia menghampiri wanita itu sambil memegangi perut kirinya berusaha menghentikan pendarahan.


"Apa anda masih sadar?" Khawatir Lisa, karena melihat wanita itu sudah tidak berdaya.


Lisa membalik badan sang wanita, yang tadinya terbaring tengkurap karena ulah salah satu perampok itu yang menamparnya kuat. Ternyata wanita yang jadi korban adalah Park Min-young, Ibu dari ketiga kakak beradik yang Lisa kenal. Tapi sayangnya, Lisa tidak mengenal Park Min-young.


Lisa mengoyang-goyangkan badan Park Min-young, berharap wanita itu masih bisa sadar. "Bangunlah!"


Karena menyadari Park Min-young sudah tidak sadar lagi, cepat-cepat Lisa menggendong nya. Meskipun Lisa sendiri mendapatkan luka tusukan. Lisa membawa Park Min-young kedalam mobil untuk segera kerumah sakit.


Sesampainya dirumah sakit Park Min-young langsung mendapatkan perawatan tapi tidak dengan lisa, ia malah terlihat sedang duduk diruang tunggu menyandarkan kepalanya pada kursi dan memejamkan kedua matanya. Banyak orang yang memperhatikan nya. Bagaimana tidak, Lisa benar-benar terlihat sangat pucat seperti mayat hidup. Tapi ia tetap menyembunyikan luka diperutnya.


Setelah dirasanya cukup lama Lisa pun beranjak dari tempat itu menuju lift dengan tertatih. Ketika ia hendak masuk lift tiba-tiba Jennie keluar dari lift yang berbeda sehingga mereka tidak sempat berpas-pasan. Jennie berlari pelan menuju meja Resepsionis. Wajahnya memancarkan kekhawatiran.


"Suster dimana ruangan ibu saya?" Jennie sangat panik.


Setelah di beritahu suster, dia langsung berlari menuju ruangan Ibunya. la melihat ibunya yang sedang terbaring lemah dengan Infus dan bantuan oksigen.


"Mami kenapa bisa gini?" Jennie menitikkan air mata, di genggam nya kedua tangan Park Min-young.


Jennie pun keluar dari ruangan Ibunya dan pergi lagi ke meja Resepsionis.


"Suster, tadi anda bilang ada orang yang membawa ibuku kemari. Sekarang dimana orangnya?"


Suster itu mendongkak. "Akh, iyaa... Itu disebelah sa-" ucapannya terhenti karena tidak mendapati Jendra duduk di ruang tunggu. "Kemana dia? Tadi disana! Dia juga keliatannya tidak baik-baik saja. Wajahnya sangat pucat seperti mayat hidup." Beritahu sang Suster.


Jennie refleks menoleh kearah yang ditunjuk Suster. Ia mengerutkan kening ketika mendengar kata-kata terakhir penjaga Resepsionis itu.


 "Seperti mayat hidup? Maksudnya bagaimana suster? Kenapa tidak di berikan perawatan?"


"Tadinya, pas orang itu menyuruh saya buat menghubungi keluarga ibu anda, saya sudah menawarkan perawatan untuk dia tetapi dia malah menolak itu." tandas Suster itu mencoba menjelaskan.


Jennie mengehela nafas pasrah, niatnya ingin berterimakasih harus dia urungkan karena sudah kehilangan penyelamat ibunya.



_THE MADAME AT SCHOOL_



Di Kediaman Lisa. Hanbin yang sudah lama menunggu temannya itu pulang akhirnya bisa bernafas lega setelah melihat Lisa.


Hanbin menyipitkan mata. "Kenapa dia pucat banget?" monolog Hanbin. Seperti ada yang tidak beres apalagi setelah melihat Lisa yang berjalan tertatih.


"Hanbin..."


Brug! Lisa langsung ambruk tepat dipelukan Hanbin.


"Njir! Kenapa lo?" Hanbin kaget, ia mengira jika Lisa sedang mengerjainya. "Si bego... Becanda mulu lo!" pekik Hanbin.


Tanpa sengaja tangan nya menyentuh dimana luka Lisa berada. "Kok?" Hanbin terbelalak, tangannya sampai bergetar menyadari ia sudah menyentuh cairan darah yang mengental di tangannya. "Wo-woii! Lo kok,"


Hanbin sampai tidak bisa berkata-kata lagi, matanya sudah memerah menahan ingin menangis. "Hiks! Lo bego apa gimana? Sialan! Siapa yang berani ngelakuin ini ke lo, hah?" maki Hanbin lantas menangis sejadi-jadinya. "Lo ngapain nyiksa diri lo sendiri gini sih?"

  


        Tepat pukul dua puluh Park Min-young sadarkan diri. Disana sudah ada Jennie dan Wendy karena Jisoo dan Irene masih dalam perjalanan menuju rumah sakit. Sedangkan ayahnya, Kim masih perjalanan bisnis yang diketahui dua minggu lagi baru pulang.


"Mami sudah sadar, Kak panggil Dokter!" Perintah Jennie kepada Wendy yang langsung berlari keluar.


Tidak butuh waktu lama untuk Wendy memanggil Dokter. Kini ia sudah membawanya dihadapan Park Min-young.


Dokter pun memeriksa keadaannya. Setelah itu ia langsung memberitahu bahwa Park Min-young dalam keadaan baik-baik saja. Hanya mengalami Syok ringan atas kejadian yang ia alami dan ia lihat. Setelah menyampaikan pesan, Dokter itu langsung meninggalkan ruang rawat Park Min-young.


"Mi, Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Jennie setelah ia rasa Ibunya sudah lumayan sadar.


Park Min-young mulai menceritakan kejadian itu yang masih dingatnya meskipun tidak sepenuhnya karena ia pingsan pada saat-saat terakhir.


"Apa Mami ingat wajah orang itu?"


Park Min-young menghela nafas. Ia mencoba mengingat kembali tetapi kepalanya masih terasa pusing. "Huft! Entahlah, pas dia menemui, Mami langsung pingsan. Jadi wajahnya terlihat samar-samar," Beritahu Park Min-young. Sejurus dia teringat akan satu hal. "Tunggu, apa dia sudah dirawat?"


Jennie menggeleng pelan. "Tidak! Kata Perawat, dia melihat orang itu sudah pergi." Sungguh, Jennie sangat berat untuk menyampaikan itu.


"Astagaa... Dia di tusuk oleh perampok itu." panik Park Min-young, merasa bersalah atas apa sudah yang terjadi.


Dilain sisi, empat sahabat Lisa sedang berkumpul di depan ruang operasi. Mereka mondar-mandir gelisah, itulah yang dirasa. Wajah khawatir di diri mereka masing-masing bahkan belum juga pudar. Sampai akhirnya dokter pun keluar dari ruangan itu.


Seulgi langsung menyambutnya. "Dokter, apa teman kami baik-baik saja?"


Dokter itu memperhatikan mereka satu persatu. "Dia kehilangan banyak darah tapi untungnya stok darah yang kami miliki cocok dengan darahnya jadi dia sekarang sudah dalam tahap pemulihan. Jadi tinggal tunggu dia sadarkan diri."


Wajah lega terpancar dari keempat cowok itu. "Makasih, Dok!" ucap mereka bersamaan. Setelahnya Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka.


"Guys, inget! Jangan sampai ada yang tau soal kejadian ini!" Ucap Seulgi mengingatkan ketiga teman nya itu. "Besok, di sekolah kita kasih alesan kalau dia lagi demam. Mengerti?" tambahnya lagi yang langsung di beri anggukkan mantap oleh ketiga sahabatnya.




_THE MADAME AT SCHOOL_



NEXT => BAB 10. LISA DIUSIR DARI SEKOLAH?

THE MADAME AT SCHOOL - BAB 8. NGE-DATE WITH TIGA KAKAK BERADIK

 



BAB 8. Nge-date With Tiga Kakak Beradik



Lisa dan Jennie cukup lama bertatapan dengan jarak yang lumayan jauh entah apa yang ada dipikiran mereka masing-masing. Sampai akhirnya Jisoo menghentikan lamunan Lisa.


"Yuk, samperin mereka!" ajak Jisoo dan langsung mengandeng tangan Lisa.


Lisa hanya bisa menganggukkan kepalanya menandakan ia. Lalu menghampiri Jennie dan Irene.


"Kalian ngapain disini?" tanya Irene, ia sedikit bingung. "Jangan-jangan?"


"Ish! Ya mau nonton lah Kak, ngapain lagi coba?" kilah Jisoo.


Irene menggeleng, menyadari Jisoo tidak mengerti dengan ucapannya. "Maksud aku, bukannya kalian pergi dinner?"


"Sudah, tapi ini masih awal kalau pulang duluan. Jadi lanjut nonton deh."


Lisa dan Jennie hanya bisa menyimak pembicaraan yang lainnya. Tak kala Jennie kadang mencuri pandang kepada Lisa dengan ekor matanya. Lisa sendiri hanya bisa mematung dan sedikit gugup karena menyadari dirinya akan dimarahi lagi disekolah.


"Hadeh! Ngapain juga si Madam ini disini?" batin Lisa.


Irene menoleh kearah Lisa. "Bocah! Kamu sudah tau kan kalau aku dan Jisoo Kakak Adik?" Lisa mengangguk seperti anak kecil. "Nah dia ini Adik kami yang paling bungsu. Emang cuek orangnya jadi kamu maklumin aja yaa..." Tambahnya, Irene menunjuk Jennie yang sekarang sedang berlipatkan lengan.


"Anjir! Mereka sodaraan. Tapi yang bungsu ini emang agak nyebelin. Gak! Sangat nyebelin. Mana tukang ngomel-ngomel lagi." batin Lisa meracau, ia hampir tidak percaya jika ketiga wanita dihadapan nya kakak beradik.


Dilain sisi. Seulgi, Hanbin dan Jimin yang sedang menikmati musik di sebuah club malam. Mereka juga menikmati minuman yang mereka pegang masing-masing. Ada alasan tersendiri kenapa mereka bisa sampai kesana, karena Jimin lah pemilik Club itu jadi meskipun mereka belum cukup umur tidak ada larangan bagi mereka untuk tidak bisa masuk.


"Woi! ini udah jam 10, Lisa mana belum dateng juga?" teriak Hanbin karena musik di Club itu sangat mengema nyaring.


"Biar gue telepon dulu kalian tunggu disini, gue keluar dulu." tawar Seulgi yang lantas berjalan keluar.


Betapa kesalnya Seulgi karena sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Lisa tetapi sampai sekarang telepon nya masih juga tidak diangkat.


"Angkat bego..." gerutu Seulgi.


Sedangkan Lisa tahu jika handphonenya sedari tadi bergetar tetapi dia tetap mengabaikan nya karena masih berada didalam bioskop.


Lisa melirik kearah layar handphone. "Mau ngapain nih anak?" gumam Lisa.


Mereka duduk dengan posisi Lisa di sebelah kiri, lalu Jisoo disamping nya lalu Jennie dan Irene di sebelah kanan. Jennie yang merasa terganggu dengan sikap Lisa karena berusaha melihat kelayar handphone nya secara sembunyi-sembunyi mulai angkat bicara.


"Kenapa gak di angkat dulu? Ck!" keluh Jennie yang lebih terdengar menyuruh itu. Membuat Lisa menoleh cepat kearahnya.


"Kenapa?" bisik Jisoo, ia mulai sadar.


"Kayaknya aku harus angkat telepon dulu."


Jisoo mengangguk. "Angkatlah! Mana tau penting."


Dengan itu Lisa bergegas keluar untuk segera menjawab telepon dari Seulgi.


"Kenapa? Gue lagi nonton, ganggu banget lo!" omel Lisa pada Seulgi.


"Anjirlah! Lo udah janji mau nyusul, ini udah jam 10 lo belum dateng juga," sembur Seulgi yang tidak kalah nyaring, sampai-sampai membuat Lisa menjauhkan benda pipih itu dari telinganya.


"Sorry bro, gak bisa gue. Lagian kemarin juga gue gak janji,"


Terdengar bunyi helaan nafas dari Seulgi. "Bego! Nyesel lo kalau gak-"


Tit! Tit! Tit! Lisa mengakhiri telepon secara sepihak. Sebelum Seulgi menyelesaikan ucapannya.


"Si bego! Gue belum selesai ngomong." kesal Seulgi memaki Lisa melalui handphone nya, alih-alih Lisa.



_THE MADAME AT SCHOOL_



Tepat pukul dua puluh tiga, Lisa dan ketiga kakak beradik itu sudah menyelesaikan filmnya. Sekarang mereka sedang berjalan menuju Basement hendak pulang. Di Basement Jennie yang kebingungan melihat Lisa akan memasuki mobil Jisoo pun mulai bertanya-tanya.


"Kak, kamu mau mengantar dia?" tanya Jennie, bicara dengan intonasi dinginnya.


"Iya Jennie! Dia gak bawa kendaraan."


Jennie menatap Lisa dengan ekspresi mengejek. "Serius? Masa cowok malah nyusahin cewek buat mengantar pulang."


Lisa sangat tersinggung dengan apa yang dikatakan Jennie. "Ehem! Kak, aku pulang sendri aja." ucapnya yang lantas beranjak dari tempat itu.


"Jangan! Ini sudah larut, biar aku antar aja." teriak Jisoo.


Lisa tidak menghiraukan teriakan itu. la masih tetap fokus berjalan menjauh dari mereka tanpa menoleh kebelakang.


"Ish! Jennie, kamu keterlaluan!" celetuk Jisoo, wajahnya memancarkan kekesalan.


Irene yang melihat itu mulai panik. "Sstt! Sudah, jangan pada berantem!" Diliriknya kanan kiri, dan dia baru sadar ternyata ditempat itu ada beberapa orang yang memperhatikan mereka. "Malu dilihat orang-orang! Lagian Jennie juga benar, ini sudah larut kalau kamu di apa-apain bagaimana, hm?"


Jisoo menghentakkan kakinya. "KAK Rene! Jangan terlalu berpikiran negatif ke orang yang baru di kenal," gerutunya, Jisoo benar-benar tidak habis pikir kenapa adik dan kakak nya berfikiran akan Lisa bertidak yang tidak sesuai terhadapnya. "Aku yakin dia orang baik. Buktinya dia gak menuntut waktu aku jelas-jelas nyerempet dia."


Mendengar perkataan itu membuat Jennie sedikit bingung bercampur penasaran. Sampai-sampai membuatnya menghela nafas panjang.


"Jadi itu alasannya kenapa mereka bisa saling kenal." batin Jennie.


Di lain sisi. Lisa yang mutuskan untuk berjalan kaki, karena ingin menikmati suasana larut malam. Tidak jarang Lisa melihat beberapa orang, ada yang dengan pasangan nya, ada yang dengan keluarganya, bahkan ada yang masih keluar bersama anaknya. Lisa memperhatikan wajah mereka inci demi inci. Raut wajah mereka memancarkan kebahagiaan. Ada yang tersenyum bahkan tertawa karena candaan. Lisa tersenyurm kecut melihat wajah bahagia yang terpancar dari mereka. Mungkin kah Lisa iri dengan mereka?


Disaat seperti inilah yang membuat Lisa berpikir kembali, kenapa dia tidak seberuntung mereka? Yang hidup hangat bisa berkumpul bersama keluarga? Bahkan orang asing saja menganggap dirinya Benalu. Mereka hanya bisa menilai Lisa dari sisi buruk dan penampilan saja. Tetapi tidak pernah benar-benar ingin melihat Lisa lebih dalam lagi. Melihat bahwa ada hati yang keluh kesah membutuhkan seseorang yang mau memberikan kehangatan. Semakin Lisa terlelap dari pikirannya, membuat cowok itu menitikkan air mata nya. Lisa menghela nafas dalam-dalam, dia mengongkak untuk menenggelamkan air matanya yang ingin menetes lagi, lalu setelahnya Lisa mencoba tersenyum.


"Gapapa Lisa! Masih ada Tuhan yang selalu ngeliatin. Disana!" Lisa menunjuk kearah langit. "Meskipun kamu banyak dosa. Tapi percayalah, Dia gak akan biarin kamu sendirian." monolog Lisa.

   


         Pagi Harinya, Lisa memutuskan untuk memulai aktivitasnya yaitu lari pagi. Lisa yang cuma berlari disekitaran Gang rumahnya, meskipun kebanyakan rumah kosong. Banyak bangunan yang terbengkalai juga jadi tak heran jika sepi.


"Huft! Gila cape banget, udah lama gue gak Joging."


Dia melirik Arloji dan mendapati sudah menjelang jam 9 pagi. "Balik aja deh laper gue." Lisa lantas berbalik arah ingin segera pulang.


"Tolong! Ku mohon..."


Teriakkan seorang wanita yang terdengar lantang ditelinga Lisa.


Lisa berhenti sejenak, mencoba menimba apakah dia harus menolong orang itu atau tidak. "Lisa, lupain aja niat lo itu! Fokuslah berlari," tandas Lisa, dengan begitu dia lanjut berlari tidak mau memperdulikan apa yang ia dengar.


"Ganggu banget anjir! Maaf, gue gak mau lagi ikut campur urusan orang lain." Tapi, lagi dia berhenti.


"Sialan!" maki Lisa, ia berbalik arah. Berlari sekencang-kencangnya kearah dimana suara minta tolong itu berada.


Lisa sudah tidak heran jika mendengar suara-suara yang meminta tolong diarea itu, karena memang disitulah tempat komplotan perampokan yang berkedok penunjuk arah. Awalnya Lisa tidak ingin mencampuri urusan mereka. Karena sudah sangat sering berurusan dengan perampok-perampok itu dan Lisa juga sekarang memutuskan tidak mau berhubungan dengan orang lain. Tapi dilain sisi hati nurani cowok itu benar-benar diluar dugaan.


"Woi! Apa kalian gak punya malu?!" teriak Lisa kepada komplotan perampok itu. Lisa berkacak pinggang sambil menyaksikan apa yang ia lihat.




_THE MADAME AT SCHOOL_



NEXT => BAB 9. LISA SEKARAT



THE MADAME AT SCHOOL - BAB 7. NGE-DATE WITH JISOO

 




BAB 7. Nge-date With Jisoo



"Mi, sepertinya akhir-akhir ini aku akan jarang pulang," ucap Jennie yang membuat Park Min-young menghentikan aktivitas makannya.


Sekarang mereka sedang berkumpul untuk makan malam bersama tetapi tidak dengan Suho karena dia sedang perjalanan bisnis keluar Kota.


Park Min-young menghela nafas panjang. la meletakkan garpu dan sendoknya secara bersamaan. "Kenapa? Baru juga kemarin kamu pulang ke rumah, sekarang malah mau ninggalin rumah lagi?"


"Iya, Jennie! Mami benar, apa kamu bosan tinggal di rumah?" Irene ikut menyuarai sedangkan Jisoo hanya mengangguk-angguk tidak ikut bicara karena mulutnya masih dipenuhi makanan.


"Mami dan juga kakak-kakak ku!" gemes Jennie, ia menatap ketiga wanita itu secara bergantian. "Aku gak maksud buat ninggalin rumah, tapi kalian tau sendiri jarak kesekolahan, tempat pemotretan dan rumah lumayan jauh. Jadi aku gak sanggup kalau harus kejar-kejaran waktu," keluh Jennie, ia menoleh kearah Wendy setelahnya. Berharap wanita itu ikut menyuarainya.


"Iyakan Kak Wendy? Lagian aku nanti pulangnya di hari minggu dan hari-hari libur lainnya. Kalian kan juga bisa pergi ke Apartment ku nantinya." tambah Jennie.


"Aku rasa Jennie benar Tante! Kadang kami harus berangkat pagi buta untuk kesekolahan itu dan kalian tenang saja selama Jennie bersamaku, aku gak akan pernah membiarkan nya sendiri." Akhirnya Wendy membantu menjelaskan.


Park Min-young mengurai senyuman. "Iya-iya! Mami kasih izin. Tapi ingat jangan lupa mampir kerumah setidaknya satu minggu 2 atau 3 kali!" usulnya memberi peringatan.


Jisoo yang sedari tadi tidak bersuara karena sedang sibuk dengan handphone milikinya. Sampai-sampai membuatnya senyum-senyum menatap benda pintar itu.


"Kak, aku pengen pergi makan besok malam." 


Isi pesan Lisa. Jisoo terkesiap. Ia menyadari jika besok adalah akhir pekan.


"Besok kan malam minggu, apa kamu mau mengajak ku berkencan?" balas Jisoo.


Tidak perlu waktu lama untuk Jisoo menunggu balasan lagi dari Lisa, cukup dua detik pesan dari Lisa muncul lagi.


"Benarkah? Sepertinya ide bagus."


Isi pesan Lisa. Jisoo sudah bisa menilai jika Lisa sangat berpengalaman dalam hal merayu wanita.


"Kamu sepertinya berpengalaman yaa.. Yaudah nanti aku kabarin lagi."


Setelah membalasnya Jisoo langsung menyimpan kembali handphone miliknya di atas meja makan. Semua tatapan mata tertuju kepadanya.


"Lagi Chatting sama siapa kamu?" Irene di sampingnya melirik penuh selidik. "Jangan bilang bocah waktu itu, yang kamu emph-"


Jisoo yang akan menyadari kalimat terakhir Irene langsung menutup mulut kakaknya itu. Jisoo tidak ingin jika Ibunya dan Jennie mengetahui. Karena menurutnya itu sangat rahasia. Jennie menoleh kearah mereka berdua penuh selidik begitu juga Park Min-young. Jisoo hanya memberikan cengiran. Berharap mereka yang melihat tingkahnya tidak penasaran akan apa yang dimaksud Irene.


Setelah menyelesaikan aktivitas makan malam. Merekapun pergi meninggalkan meja makan satu persatu dan pergi ke kamarnya masing-masing. Jennie yang lebih dulu beranjak dari meja makan itu langsung pergi ke kamarnya. Dikamar ia berbaring dan tatapannya fokus pada layar handphone.


"Ck! Jennie, fokus mencari Apartemen!" monolog Jennie.


Entah kenapa ia sangat gelisah sekarang setelah mendengar apa yang dikatakan Irene. Ia yakin jika Bocah yang dimaksud Irene adalah Lisa. Karena waktu itu Jennie sempat mendengar jika Jisoo dan Irene pernah bilang kepada Rosé, bahwa mereka mengenal Lisa.


"Aku yakin bocah yang mereka maksud pasti si Lisa-Lisa itu. Tapi kok mereka bisa saling kenal ya? kak Jisoo saja sampai Chattingan dengannya." batin Jennie, bertanya-tanya.



_THE MADAME AT SCHOOL_


   

        Pagi yang cerah di akhir pekan yang selalu di tunggu-tunggu para pelajar dan juga pekerja. Lisa datang kesekolah dengan motor CBR warna stabilo dan terlihat baru saja diparkirnya. Ada Jimin yang ternyata baru datang juga diantar supirnya dan langsung berlari menuju parkiran karena melihat Lisa.


"Gilaa sih! Motor lo makin keren aja." Jimin berbinar, tangannya terulur ingin menyentuh motor Lisa tetapi langsung ditepis oleh sang empunya.


Lisa mengelus-ngelus motornya dengan sayang. "Tangan lo kotor, jangan sentuh motor gue!" sergahnya yang lantas membuat Jimin memutar bola matanya jengah.


"Anjir! Liat noh!" heboh Jimin, menepuk-nepuk bahu Lisa agar menoleh kepada apa yang ia lihat.


Jimin sampai tidak berkedip melihat sebuah mobil Lamborghini melewati mereka menuju parkiran khusus. Lisa yang melihat tingkah sahabatnya itu tidak menghiraukan sama sekali, dan tetap fokus mengagumi motor miliknya. Terlihat Jennie dan Wendy keluar dari mobil itu.


"Elah! Liat begoo..." desak Jimin lagi. Tangannya masih sibuk menepuk-nepuk bahu Lisa karena masih berjongkok di depan Motornya.

"Selamat pagi Bu Kepsek..."


Jennie hanya menoleh sekilas kepada Jimin yang menyapanya.


Lisa melotot mendengar Jimin menyapa dengan sebutan Kepsek. Ia langsung berdiri.


Deg!


"Anjir, jantung gue." batin Lisa. Jantungnya tiba-tiba berdetak setelah melihat Jennie. Itu sangat tidak masuk akal pikirnya. Sedangkan ia sangat tidak suka dengan sikap wanita itu.


"Jangan bego... Lo udah sering liat cewek cantik." Lagi ia membatin. Lisa menggeleng untuk menyadarkan dirinya agar tidak terlalu terpikat oleh Jennie.


"Kepada Sekolah!" Lisa refleks memanggil Jennie sehingga membuatnya terhenti.


"Dia berhenti, gimana ini?" bisik Lisa pada Jimin.


"Bego! Buru sana!" Jimin langsung mendorong kuat Lisa. Alhasil Lisa mau tidak mau harus berhadapan langsung dengan Jennie sekarang.


"Ada apa?" tanya Jennie dengan intonasi datarnya.


Lisa bingung harus mengatakan apa. la juga takut jika salah berbicara kepada wanita itu. "Akh, itu! Selamat berakhir pekan." katanya.


Lisa lantas cengengesan menyadari dirinya mengatakan hal yang tidak penting sama sekali. Jennie tidak menanggapi. la langsung melangkahkan kakinya menjauh setelah Lisa mengatakan hal itu.


"Berani sekali dia memanggilku? Malah bilang selamat berakhir pekan segala lagi." batin Jennie. Ia menggeleng setelah menyadari Lisa yang sempat grogi karena berusaha menyapanya.


Jennie lantas berjalan cepat untuk menyamai langkah kaki Wendy karena Manager nya itu sudah berjalan terlebih dulu. Cukup aneh hari ini, kenapa ia bisa tersenyum pagi-pagi.


Wendy menyipitkan mata, ia baru kali ini melihat Jennie tersenyum tanpa sebab. "Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?"


Jennie cepat-cepat mendatarkan raut wajahnya. Ia tidak mau jika ada yang mengetahui dirinya tersenyum gara-gara melihat tingkah Lisa yang menyapanya diparkiran.


"Gak! Hari ini jam berapa jadwal pemotretanku?"


Wendy semakin penasaran apalagi setelah Jennie mencoba mengelak. "Yakin gak ada apa-apa? Kamu lupa hari ini akhir pekan dan tidak ada pemotretan diakhir pekan."


"Kak, Please! Jangan banyak tanya!" Jennie sangat tahu jika Wendy penasaran akan dirinya. Jadi ia mensiasati lebih dulu agar tidak diberi pertanyaan tentang apa yang tidak bisa dia jawab.


"Ini juga tangan, kenapa malah dingin begini? Mana malah senyum-senyum gak jelas lagi depan Kak Wendy. Ish!" batin Jennie.



            Jennie yang Sedang sibuk merapikan barang-barangnya, karena baru pindah ke Apartment yang beberapa hari lalu sudah menjadi miliknya. Terlihat dia sangat kewalahan bagaimana tidak, dia sendirian disana dan Wendy juga sibuk mengemasi barang miliknya di Unit yang berbeda. Karena sedari dulu mereka tidak pernah benar-benar tinggal bersama. Jennie melirik kearah handphone nya yang berdering, mendapati ada panggilang masuk dari Irene.


"Iya, ada apa Kak?"


"Apa kamu udah selesai mengemasi barang-barang mu?" tanya Irene dari seberang sana.


"Ini sudah hampir selesai, kenapa?"


Terdengar Irene yang langsung ceria. "Serius? Kakak mau mengajak kamu keluar, kamu bisa kan?"


Jennie memikirkan tawaran dari Irene. "Jam berapa? Cuma berdua?"


"Jam 8 Kakak jemput kamu. Iya berdua, Jisoo ada janji makan malam dengan yang lain."


Jennie terkesiap. Entah kenapa ia cukup penasaran dengan salah satu kakak nya itu. "Apa? Makan malam dengan siapa?"


"Palingan bersama bocah kemarin. Tumben kamu kepo?"


"Bocah?" batin Jennie, dipikirannya hanya ada satu. Yaitu Lisa.


Merasa sudah puas berbicara Jennie langsung mematikan teleponnya. Entah kenapa dia tiba-tiba merenung setelah mendengar Irene mengatakan jika Jisoo akan pergi makan malam bersama salah satu siswa yang dia tebak adalah Lisa.


"Apa jangan-jangan kak Jisoo di mainin sama dia? Bagaimana kalau kak Jisoo sakit hati? Tapi kenapa juga malah aku yang sibuk memikirkan nya. Sudah akh malas, biarkan saja deh!" monolog Jennie. Setelahnya ia lantas berdiri dari duduknya untuk segera pergi ke kamar mandi, membersihkan diri.


"Ish! Kenapa deh, hatiku selalu gak terima kalau menyangkut bocah itu." gerutu Jennie, jujur ia merasa jika Lisa punya magnet yang bisa membuat dirinya selalu tidak berhenti memikirkan nya. Jennie juga tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini dirinya bersikap aneh seperti itu.



Sedangkan di tempat lain. Tepat pukul tujuh malam Lisa sudah siap untuk pergi bersama Jisoo. Mereka malam ini ada janji makan bersama. Setelah melihat penampilannya dicermin, Lisa langsung keluar. Ia memanggil Taksi, sengaja tidak membawa motor agar punya alasan supaya bisa diantar pulang oleh Jisoo. Cukup beberpa menit Taksi yang ia pesan datang.


Lisa mengotak-atik handphonenya. Berniat ingin memberitahu Jisoo jika dirinya sudah dalam perjalanan.


"Kak, aku udah di jalan." Isi pesan Lisa untuk Jisoo.


"Sampai jumpa disana." Tak perlu waktu lama bagi Lisa untuk mendapatkan balasan dari Jisoo.


Lisa tersenyum, setelah menerima pesan itu dia lantas menyimpan kembali handphonenya di kantong celana.


Lisa yang lebih dulu sampai dari Jisoo. Kali pertama ia yang menunggu wanita. Tetapi bagi Lisa itu tidak masalah asalkan jangan terlalu lama. Setelah beberapa saat Lisa duduk seorang diri dan akhirnya Jisoo datang.


"Anjir cantik banget!" batin Lisa. Ia sampai tidak berkedip melihat kedatangan Jisoo yang berjalan menuju kearahnya.


Senyuman manis Jisoo terbit diwajahnya. "Kamu disini ternyata." Lisa hanya melebarkan senyuman menanggapi ucapan Jisoo.


Setelah itu mereka mulai memesan makanan. Karena memang tujuan dan janji mereka adalah mencari makan. Begitu pesanan datang. Mereka yang sama-sama terlihat lapar langsung menyantapnya. Sambil sesekali berbincarng-bincang. Lisa yang menyelesaikan makanan nya lebih dulu dan disusul oleh Jisoo. Mereka mengobrol setelahnya. Dan tidak terasa sudah satu jam lebih. Waktunya mereka pergi untuk segera bergantian dengan pengunjung lain.


"Kamu sudah mau pulang?" tanya Jisoo. Sekarang mereka sedang berjalan menuju mobil wanita itu.


Lisa berpikir sejenak. Ini masih awal jika dirinya memilih pulang kerumah. "Hum! Tapi kayaknya aku belum bisa jauh dari Kakak. Takutnya nanti pas pulang malah gak bisa tidur lagi." dalih Lisa sengaja ia menggoda Jisoo agar wanita itu mengajaknya berjalan-jalan terlebih dahulu.


Jisoo tersenyum. "Kalau gitu kita nonton aja."


Lisa langsung sumringah menyadari ia akan menghabiskan waktu akhir pekan nya diluar rumah dan tanpa para Sahabatnya yang selalu membuatnya kesal.


Sekarang mereka sudah mengantri untuk pemesanan tiket film yang akan mereka tonton. Lisa menyipitkan mata setelah melihat seseorang yang sepertinya ia kenal sedang duduk diruang tunggu. Setelah ia melihat dengan teliti, ia yakin jika wanita itu Jennie yang sedang memainkan handphonenya.


"Jisoo!" teriak Irene yang tiba-tilba muncul disamping Jennie. Membawa dua minuman dan satu Popcron.


Refleks Jennie menoleh kearah tatapan Irene. Dia langsung beretemu pandang dengan Lisa yang sedari tadi memperhatikan nya.


Deg! Itu jantung Lisa yang berulah lagi. Ini yang kedua kali jantungnya berdetak setelah bertatapan langsung dengan Jennie.


"Anjirlah! Jangan berulah Jantung, inget dia itu wanita judes yang selalu marahin lo!" maki Lisa dalam hati. Tetapi malah semakin membuat jantungnya berdetak lebih cepat.




_THE MADAME AT SCHOOL_



NEXT => NGE-DATE WITH TIGA KAKAK BERADIK



THE MADAME AT SCHOOL - BAB 6. SI MADAME YANG BANYAK MAUNYA

 




BAB 6. Si Madame yang Banyak Maunya 


     

    Awalnya Lisa merasa seperti ada yang memperhatikan nya. Setelah ia melihat-lihat, di ujung sana ada lima wanita yang cukup dia kenali. Lisa coba perhatikan lagi diam-diam agar mereka tidak curiga, dan benar saja, salah satu dari mereka adalah Rosé, guru Lisa di sekolah.


Lisa memincingkan mata melihat kedua wanita yang seperti di kenalinya juga, yaitu kakak beradik yang telah menabrak dirinya. "Lah! Bukannya itu Kepsek sama Managernya? Kok mereka bisa jalan barengan?" batin Lisa cukup penasaran dengan kedekatan mereka.


"Kamu lagi liatin apa?" Tanya wanita yang sedari tadi bersama Lisa membuat yang di tanya hanya bisa menggeleng untuk menjawab pertanyaan itu, tidak mau memberitahunya.


Tidak lama setelah itu, mereka berdua beranjak dari tempat lantas mencari-cari sesuatu yang wanita itu inginkan. Sedangkan Lisa hanya bisa diam dan mengikuti arahannya. Sebenarnya Lisa sangat bosan jika menemani wanita berbelanja, bisa di lihat dari raut wajahnya.


"Lisa, aku pengen ke toilet sebentar." ajaknya, lantas menarik pergelangan tangan Lisa yang sedari tadi berada digandengan nya.


Setelah wanita itu menyelesaikan urusannya di toilet. Dia malah menarik tangan Lisa menuju tangga darurat dan langsung mendorongnya ketepi dinding dengan kedua tangannya mengelus pipi Lisa, lembut. Lisa tersentak kaget menerima perlakuannya, tidak bisa menepis hanya bisa diam. Karena Lisa tahu, sang wanita pasti tidak akan menerima penolakan.


Kedua tangannya sudah melingkar di leher Lisa. Matanya menatap dengan penuh nafsu. Merasa tidak dapat menahan gejolaknya, wanita itu menempelkan badannya kebadan Lisa, perlahan wajahnya mendekat dan langsung mengecup bibir. Awalnya, itu hanyalah kecupan lembut. Merasa tidak puas, dia melumat bibir atas dan bawah Lisa secara bergantian.


Ciuman yang sangat agresif, dan Lisa yakin wanita yang sedang mencumbu nya sangat penuh dengan gairah dan nafsu pada saat ini. Lagi, Lisa hanya bisa diam mematung, seluruh badannya terasa tidak berdaya dibuat aksi memanas yang wanita itu berikan.


Lisa berusaha mengimbangi, melancarkan permainan nya dengan sesekali melumat bibir bawahnya. Tak jarang membuka mulut untuk memberikan akses untuknya mencicipi setiap inci rongga mulut Lisa.


Lisa mengakui wanita itu sangat pandai dalam hal bercumbu. Dengan santai dia memasukkan lidahnya untuk menjelajah lebih dalam. Lisayang menerima, sekali lagi hanya bisa kaget mendapati wanita yang sangat berani memulai duluan hal yang mungkin akan mereka pertimbangkan dua kali.


Mungkin sudah sampai beberapa menitan mereka melakukan aksi panas di tangga darurat. Karena Lisa mulai cemas kalau-kalau ada yang akan lewat, sesekali dia mencoba melirik dengan ujung matanya tanpa melepas cumbuan mereka. Lisa melirik kesamping kiri, menemukan sekilas ada yang mencoba bersembunyi tapi sesekali memperhatikan apa yang mereka lakukan. Lisa cukup penasaran akan seseorang di balik dinding itu, tak mau sampai kelolosan, ia terus memantaunya. Tidak lama setelah itu, orang dibalik dinding yang membuat Lisa penasaran berjalan meninggalkan toilet.


"Dia, si Kepsek itu? Madam yang super duper judes. Apa dia tau kalau gue yang disini? Njir! Bisa-bisa gue di hukum lagi ini. Kesekian kalinya nih, gue keliatan buruk di mata dia." Lisa membatin.



                _THE MADAME AT SCHOOL_



"Hello guys!" teriak Seulgi dari arah depan pintu.


Pagi yang begitu indah, dengan cuaca yang sedang; Tidak mendung, dan tidak panas juga.


Hanbin menoleh cepat kearah pintu, matanya menyipit tidak melihat keberadaan Lisa. "Lisa mana?"


"Lo pikir gue bapaknya?" sahut Seulgi sambil meletakkan ranselnya dilaci meja.


Seulgi yang telat lima menit. Untung saja guru yang masuk di kelasnya ternyata berjalan di belakang nya. Jadi setidaknya Seulgi sampai lebih dulu dari guru itu.


"Anak-anak, sekarang kalian buka bab satu halaman sepuluh!" titah guru yang masuk di kelas mereka.


Jam pertama mereka diisi dengan pelajaran Biologi. Seluruh murid di kelas itupun hening seketika setelah melihat Lisa yang sedari tadi mencoba masuk diam-diam. Selangkah demi selangkah dia memasuki kelas tanpa suara injakkan kaki. Lisa juga memberi kode untuk jangan ada yang ribut atau melaporkan kelakuannya.


"Kamu sapu halaman dulu!" ujar sang Guru Biologi. Ia sama sekali tidak menoleh kebelakang karena sedang sibuk menulis materi di papan tulis.


Lisa ternganga, bagaimana tidak. Tanpa menoleh Guru usia empat puluhan keatas itu tahu jika dirinya sedang mengendap-endap. "Bu guru, kok bisa tau?"


Guru Biologi itu menoleh kearah Lisa dengan tatapan dingin. "Di sekolah ini banyak yang seperti kamu! Sapu halaman sebelum lbu tambah hukuman mu!"


Lisa terkesiap. Ia berjalan meninggalkan ruangan kelas dengan kekesalan, sambil sedikit memberi senyum kepada siswi-siswi yang berada di setiap koridor, sedang tersenyum kepadanya.


Jennie sedang sibuk melihat nilai-nilai semua murid di sekolah itu. Dengan teliti, dia terus membuka setiap halaman pada buku besar yang di pegangnya. 


"Kak Wen, apa yang harus kita lakukan?" Jennie menghela nafas setelah melihat nilai-nilai yang tertera dalam buku besar itu. Ditatapnya Wendy, berharap Managernya itu tahu apa yang ia maksud.


Wendy cukup tahu jika Jennie sudah begini artinya ada sesuatu yang menganggu pikirannya. "Apa harus kita kumpulkan mereka yang tidak sesuai kriteria?" Jennie mengangguk karena itulah yang ada di pikirannya sekarang.



_THE MADAME AT SCHOOL_



"Jisoo, kondisi cowok itu sudah kamu tanyakan apa belum?" tanya Irene sambil fokus memperhatikan jalan. Sekarang mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju kantor.


Jisoo terkesiap, ia baru sadar akan hal. "Akh, iya! Aku tanya sekarang deh," ucapnya sambil menarik keluar handphone di dalam tas miliknya.


Jisoo menatap kembali pesan yang dia kirim. Merasa tidak ada tanda-tanda pesan itu dibaca oleh Lisa, dia menyimpan kembali benda pipih itu. "Sepertinya dia lagi gak pegang hp, Kak." Irene hanya menatapnya sekilas di kaca dalam mobil.



Di tempat lain. Rosé yang sedang sibuk dengan kertas-ketas diatas mejanya. Merupakan lembar jawaban ulangan harian para siswa-siswi disekolah itu.


"Ibu Rosé, apa semuanya sudah anda beri nilai?" tanya Wakil Kepala sekolah. Tangannya sibuk mengotak-atik Komputer miliknya.


Rosé menoleh cepat. "Iya Pak, tinggal sedikit lagi." sahutnya.


Diruangan Dewan Guru, yang sekarang sibuk dengan Komputer dan Laptopnya masing-masing. Tidak sadar dengan kedatangan Kepada Sekolah mereka.


"Apa nilai Matematika sudah keluar?" tanya Jennie, yang sekarang sudah berada di depan meja Rosé.


Rosé tahu siapa yang berbicara dengannya. Tetapi dia tidak menoleh dan lebih fokus kelayar Komputernya. "Iya Bu! Kebetulan lagi saya ketik untuk hasil ulangannya dan tinggal di print,"


"Tolong nanti bagi kelas 12 yang nilainya kurang dari KKM segera menghadap keruangan saya secara bergantian, perkelas." titah Jennie, lantas berjalan meninggalkan ruangan Dewan Guru.


Seulgi yang baru selesai dengan ritualnya dikantin, menghampiri bangku Lisa. "Lo gak ada bosen-bosennya ya, di hukum." ledeknya sambil mengelus-ngelus rambut Lisa.


Lisa tidak menghiraukan Seulgi, ia lebih memilih mengecek handphone miliknya. Lisa mengerutkan kening melihat ada notifikasi dari nomor baru. Lalu setelah itu ia tersenyum tipis melihat pengirim pesan itu menyebutkan nama, Jisoo.


"Sekarang udah mendingan, tapi gak tau deh kalau besok."


Setelah mengetik itu Lisa lantas menekan tombol kirim. Ia tersenyum sekali lagi setelah membalas pesan dari Jisoo, menyadari dirinya akan mengerjai wanita itu.


Seulgi menatap heran, melihat Lisa sedang tersenyum kearah handphone. "Lagi chatan sama siapa lo? sampe senyam-senyum gitu." Seulgi penasaran, ia mencoba melirik ke layar benda pintar itu.


Lisa yang menyadari itu langsung menjauhkan handphone nya dari pandangan Seulgi. "Pergi sono! Gausah penasaran." hardiknya sambil mendorong dada bidang Seulgi agar bisa menjauh darinya. Membuat Seulgi mencibir, jika bukan sahabat mungkin sudah dia pukuli Lisa.


Bersamaan dengan itu, bel masuk jam kedua pun dibunyikan. Seluruh siswa-siswi berhamburan ke kelasnya masing-masing.


Rosé langsung memasuki kelas yang di huni Lisa dan teman-temannya. "Anak-anak, hari ini kalian ada sedikit hadiah," katanya sambil menebarkan senyuman kesetiap murid di kelas itu.


"Nanti yang namanya di panggil langsung pergi ke ruangan Kepala Sekolah, ya! Soalnya hadiahnya ada disana." Rosé sengaja berbohong, agar mereka yang di panggil tidak kabur. "Park Jimin, Lisa Manoban dan terakhir Kang Seulgi. Kalian bertiga langsung ke ruangan Kepala Sekolah!"


Semua murid di kelas itu langsung menoleh kearah Lisa dan kedua sahabatnya. Pikir mereka kenapa harus murid yang bandel mendapatkan hadiah? Sedangkan mereka bertiga, keluar dengan penuh sumringah. Tetapi dalam hati terus bertanya-tanya, hadiah apa yang kiranya akan mereka dapatkan?


Mereka pun berjalan secara berdampingan dengan Lisa jadi penengah, menuju ruangan Kepala sekolah itu dan terlihat beberapa murid baru keluar beranjak dari ruangan Jennie.


"Kalian dari kelas berapa?" tanya Wendy, datar. Ia membukakan pintu setelah Lisa mengetuknya beberapa kali.


"Kami dari kelas 12 Sains." jawab Jimin mantap.


"Apa kalian tau maksud kalian di panggil kesini?" Lagi, Wendy bertanya.


"Saya taunya mau di kasih hadiah." timpal Lisa seenaknya. Membuat Wendy menahan tawa.


Jennie menghela nafas gusar mendengar ucapan Lisa. "Biar aku yang jelaskan, Kak!" Ia menoleh dan menyadari ketiga siswa di depannya masih berdiri. "Kalian duduk dulu!"


"Apa kalian tau nilai ulangan harian kalian sangat jelek?! Kenapa kalian begitu bodoh tidak mengunakan otak kalian dengan baik?" bentak Jennie, ia menoleh kearah Lisa setelahnya. "Dan kamu!" tunjuknya.


Lisa yang sedari tadi menunduk langsung menegakkan badannya karena Seulgi menyenggol tangannya, mengisyaratkan jika Jennie menunjuknya.


"Saya?" sahut Lisa sedikit bergetar.


"Saya perlu berbicara secara pribadi denganmu! Karena hasil ulangan mu di setiap pelajaran sangat buruk. Pergilah keruangan saya setelah bel pulang nanti!" perintahnya pada Lisa, lantas Jennie menoleh kearah Seulgi dan Jimin secara bergantian.


"Dan untuk kalian berdua, saya harap ini ulangan jelek yang terakhir kalinya untuk kalian! Karena saya tidak mau murid-murid di sekolah ini terlihat bodoh! Ini juga demi kebaikan kalian semua." Tambah Jennie yang membuat mereka berdua mengangguk seperti anak kecil.



Setelah berpamitan, mereka bertiga meninggalkan ruangan Jennie dengan penuh ke kecewaan dan kekesalan. Bagaimana tidak, mereka pikir awalnya memang akan di beri hadiah tetapi nyatanya malah berbalik saratus delapan puluh derajat.


"Anjirlah! Si Madam." gerutu Jimin, setelah mengetahui jika Jennie wanita yang kejam, beberapa hari yang lalu. Mereka lantas memberi Jennie dengan Julukan Madam.


"Gue aduin lo!" Seulgi mengancam.


"Dih! Apaan dah lo!" Jimin tidak terima, ia mendengus kesal.


Lisa hanya mendengarkan perdebatan kedua sahabatnya itu tanpa mau ikut campur. "Hadeh! Kenapa juga gue harus keluar masuk ruangan harimau betina itu? Lagian kenapa pake acara pulang sekolah segala coba? Apa jangan-jangan gue mau di keluarin?" batin Lisa, betapa gelisahnya ia sekarang.


Merasa kesal Lisa memilih memainkan handphonenya. Kebetulan ada pesan masuk dari Jisoo.


"Apa perlu kita periksa lagi?"


Begitulah isi pesan Jisoo yang membuat Lisa tersenyum karena menyadari wanita itu sangat mudah dikerjai.


"Haruskah? Tapi kayaknya aku pengen makan sesuatu." Lisa membalas.


"Jadi kamu maunya di ajak pergi makan?"


Lisa terkekeh mendapati pesan dari Jisoo, lagi. Ternyata cukup beberapa detik baginya untuk menunggu Jisoo membalas pesan itu. 


"Boleh, nanti aku kabarin lagi."


Setelah membalas pesan dari Jisoo, ia langsung menyimpan kembali handphonenya.



_THE MADAME AT SCHOOL_


  

          Bel pulang Sekolah sudah dibunyikan sejak lima menit yang lalu. Terihat semua siswa-siswi sudah memenuhi koridor dan sebagian sudah berada di tempat parkir mengambil kendaraan masing-masing. Lisa dan teman-teman nya sedang berada di kantin sekolah, mereka sedang berbincang-bincang. Tidak lama setelah itu Lisa berpamitan kepada mereka untuk segera menuju lantai empat, memenuhi panggilan sang Madam; Kepala Sekolah mereka yang memintanya berbicara secara pribadi.


Setelah kedatangan Lisa. Ruangan itu pun seketika sunyi karena tidak ada dari mereka berdua yang mau angkat bicara setelah kepergian Wendy.


"Apa yang harus saya lakukan dengan nilaimu?" Akhirnya Jennie membuka suara tetapi tatapan nya masih tertuju pada handphone yang sedari tadi dia mainkan.


"Hum, Anda cukup tidak mengusir saya dari sekolah ini," jawab Lisa yang lebih terdengar seperti bergumam. Ia juga mencoba untuk tersenyum, walaupun sangat terlihat paksaan.


Jennie meletakan ponselnya, dia menatap Lisa dari atas sampai bawah. "Haruskah? Saya pikir kamu tidak cukup bodoh karena saya lihat kamu cukup pintar untuk mempermainkan wanita,"


Lisa menghela nafas, lalu mendongkak. "Karena itu menghasilkan uang dan pekerjaan saya."


Jennie sedikit kaget, sontak menatap Lisa dengan tatapan tajam. "Maksudmu? Apa orang tuamu sudah tidak ada untuk membiayai hidupmu?"


Lisa terkekeh geli. Ia sangat tidak ingin mendengar ada orang yang menyangkut pautkan dirinya dengan orang tuanya. "Apakah harus tidak punya orang tua untuk membiayai hidup sendiri? Itu hanya kebiasaan yang menurut saya nyaman." Lisa membalas tatapan tajam Jennie.


Jujur Jennie sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran Jennie. Kenapa cowok itu lebih memilih bekerja dari pada belajar dirumah. Karena sangat tidak mungkin jika orang tuanya nya tidak mampu. Semua orang tua murid di sekolah miliknya termasuk kalangan atas dan menengah. Mulai dari Anggota Dewan, Pengusaha, Menteri, Dokter, Polisi, Tentara, Direktur, Aktor, Aktris, dan masih banyak lagi.


"Saya akan peringatkan nilai ulanganmu selanjutnya harus di atas KKM karena saya akan terus memantau itu!" bentak Jennie, ia merasa tersudutkan oleh tatapan tajam dari Lisa.


"Dan satu hal lagi tolong buang sikap seenak mu itu! Jangan menatap saya dengan tatapan seperti itu karena saya ini pemilik yayasan di sekolah ini dan kamu harus lebih sopan!" Setelah Jennie mengatakan itu, refleks Lisa memalingkan wajahnya.


Tidak mau berlalu lama, Lisa meninggalkan ruangan Jennie tanpa permisi. Baginya, wanita itu merupakan serigala yang dianugrahi wajah imut. Dan dia sangat tidak suka dengan wanita itu.


"Apa yang kamu lakukan, Jennie? Kenapa juga aku harus peduliin tatapannya itu? Sedangkan selama ini aku tidak pernah permasalahin kalau ada orang yang menatapku tidak suka, malahan aku biasa saja." monolog Jennie, ia terus saja mengoceh sambil berjalan menuju parkiran.




                _THE MADAME AT SCHOOL_ 



NEXT => BAB 7. NGE-DATE WITH JISOO

THE MADAME AT SCHOOL - BAB 5. RENTAL BOYFRIEND








BAB 5. Rental Boyfriend




         12 Sains! Merupakan kelas yang di tempati oleh Lisa dan teman-temannya. Semua murid di kelas itu sudah duduk rapi di bangkunya masing masing. Karena bel masuk sudah dibunyikan sedari tadi.


"Woi! Kita pelajaran siapa?" heboh Jimin, berteriak kearah Seulgi.


"Ibu Rosé!" jawab Taehyung karena hanya dirinya yang peka, daripada teman-temannya yang lain masih asyik bercanda gurau.


Yang mana mereka tidak sadar jika Rosé sudah berjalan masuk ke kelas mereka.


"Apa ini? pagi-pagi sudah ribut begini," ujarnya setelah di rasa semua murid sadar akan kehadirannya. "Hari ini kita akan mengadakan ulangan harian."


Semua murid di kelas itu kaget bercampur bingung mendengar perkataan guru mereka yang akan mengadakan ulangan harian. Bagaimana tidak, baru belajar satu kali di semester awal tapi sudah memberikan ulangan harian. Benar-benar tidak masuk akal pikir mereka.


"Bu Cantik!" Seulgi mengangkat tangan dan langsung di persilahkan untuk berpendapat oleh Rosé. "Kita baru belajar satu kali Bu, kok udah ulangan aja?"


Rosé tersenyum mendengar pertanyaan yang bagus menurutnya. "Ini permintaan kepala sekolah baru kita," Dilihatnya murid yang yang berjumlah tiga puluh tiga itu. "Buat materinya, nanti Ibu coba bikin yang gampang-gampang aja."


"Bu kalau boleh request, 1+1 5x5. Gitu aja yaa... Jangan berpangkat-pangkat dulu." Perkataan Lisa itu sontak membuat yang lain menertawakan nya. Tetapi jika boleh memilih, mereka juga menyetujui akan hal itu.


"Lisa kamu mau Ibu balikin ke SD lagi, hm?"


"Lisa mah, mau aja Bu. Tapi nanti kalau Ibu cantik kangen sama Lisa gimana, hm?" Lisa balik bertanya, intonasinya bahkan sengaja ia bikin selembut mungkin.


Rosé hanya bisa geleng-geleng kepala, jika imannya tidak kuat mungkin Rosé bisa saja terbawa perasaan menghadapi cowok-cowok yang dimana itu adalah muridnya sendiri. 


"Udah akh, nanti kita kehabisan waktu," kata Rosé, lantas menoleh kearah Taehyung yang kebetulan duduk di depan, sejajar dengannya. "Taehyung, ini bagikan ke teman-teman mu!"


Setelahnya Taehyung yang di beri amanat langsung maju dan lantas membagikan lembaran ketas ulangan harian itu dengan teratur.


Bel istirahat sudah di bunyikan, pertanda dua jam sudah mereka lalui. Tetapi semua siswa di kelas masih sibuk mengisi ulangannya masing-masing. Rosé yang sedari tadi gelisah melihat jam di pergelangan tangannya karena murid-murid itu belum ada juga yang mengumpulkan pekerjaannya, sedangkan mereka sudah kehabisan waktu.


"Anak-anak, nanti kalian bawa keruangan saya aja yaa!" usul Rosé sambil memperhatikan satu persatu murid di kelas itu. "Lisa! Nanti kamu bawa hasil pekerjaan teman-teman kelas mu ke saya ya!" Perintahnya karena melihat Lisa yang tampak tenang mengerjakan ulangannya.


"Baik Bu cantik."


Rosé langsung beranjak meninggalkan ruangan yang di dominasi murid-murid bandel itu, setelah Lisa menyetujui perintahnya.


Dengan begitu, Lisa langsung mengumpulkan kertas lembaran jawaban teman-teman sekelasnya. Ada yang dia ambil secara paksa karena belum mau mengumpulkan, ada yang berlarian karena belum selesai. Begitu semuanya terkumpul, Lisa tidak mau membuang waktu istirahatnya. Ia lantas menuju ruang guru memenuhi apa yang di amanatkan oleh Rosé.


"Ini Bu!" Lisa meletakkan lembaran kertas ulangan itu di meja Rosé, tidak lupa juga dia menyusunya serapi mungkin.


Rosé memberikan senyuman melihat perlakuan Lisa. "Makasih ya Lisa."


Lisa membalas senyumannya sekilas, setelah berpamitan ia pun melangkahkan kakinya untuk segera keluar.


"Nak, kamu sini dulu!" Langkah kaki Lisa harus terhenti karena ulah wakil kepala sekolah. Dengan gontai Lisa berjalan menuju orang yang memanggilnya.


"Tolong ini kasih dulu ke Kepala Sekolah di ruangannya!" Wakil kepala sekolah itu menyodorkan buku besar yang berisikan nama-nama seluruh siswa di sekolah itu.




             _THE MADAME AT SCHOOL_




"Jennie! Aku keluar dulu, ada janji dengan orang." pamit Wendy.


"Iya Kak, Jangan lama-lama." Setelah mendapat izin, Wendy langsung keluar karena ada janji dengan lbu Jennie. Ia sengaja tidak memberitahu adik sepupunya itu.


"Wait, bukannya dia temennya cewek itu? Apa gue tanyain sama dia aja ya?" monolog Lisa setelah melihat Wendy yang berjalan kearahnya.


"Permisi Kak," Wendy yang kini sudah berada di belakang Lisa terpaksa membalik badan karena merasa terpanggil.


"Ya?" Singkat Wendy, di pandanginya Lisa dengan wajah datarnya.


"Ruangan kepala sekolah dimana ya?" tanya Lisa berusaha sesopan mungkin karena aura Wendy yang begitu membuatnya merasa terintimidasi.


"Jalan saja lurus, lalu belok kiri dan kau akan sampai diruangan itu." Setelah memberikan petunjuk, Wendy langsung melanjutkan langkah kakinya.


Lisa mengikuti arahan dari Wendy, tak lama dia menemukan pintu yang bertengger tulisan Kepada Sekolah.


Tok! Tok! Tok!


"Masuk!"


Ternyata Lisa tidak perlu waktu lama untuk mendapatkan izin masuk dari pemilik ruangan yang nampak masih baru itu.


Dilihatnya Jennie yang sedang sibuk memainkan handphone. "Kak, gue di suruh Wakepsek buat kasihin ini." ujar Lisa tanpa embel-embel memanggil Jennie dengan kata ganti Kak yang harusnya Ibu.


Mata Lisa tidak berhenti melirik setiap sudut ruangan itu, dia bahkan tidak menoleh kearah Jennie sama sekali.


"Apa anda tidak punya sopan santun?!" pekik Jennie, ia cukup penasaran dengan orang di depan nya dan lantas mendongkak. "Ckck! Anak yang kemarin memanjat pagar."


Lisa yang masih menyimpan kekesalannya tehadap Jennie, sengaja ia tidak mau terlalu sopan. "Ya, itu saya!" sahut Lisa datar. Sejurus mereka saling menatap dengan tatapan tajam. 


Jennie yang memang mempunyai tatapan tajam dan Lisa yang tidak mau kalah. Jujur Lisa merasa ciut. Ia sudah menahan gugupnya karena di tatap seperti itu oleh Jennie. 


"Saya akan keluar." Lisa mencoba menetralkan dirinya. Tidak mau jika wanita angkuh di depannya itu harus mengetahui kegugupannya.


"Bocah! Apa anda sering mempermainkan wanita?" Jennie sudah bisa melilai jika Lisa salah satu cowok penggoda.


Lisa yang kini sudah di ambang pintu, harus terhenti karena mendengarkan pertanyaan yang sangat privasi antara murid dan Kepala Sekolah. Lisa yang memang pada saat itu tidak menoleh kearah Jennie langsung membuka pintu. Tanpa menjawab pertanyaan sang Kepala Sekolah dia beranjak dari ruangan itu.


Entah kenapa Jennie merasa kesal menerima perlakuan Lisa yang seperti mengabaikan nya. Ia sudah bisa menilai dari wajah dan gayanya, jika Lisa adalah anak nakal yang suka mempermainkan wanita.


"Cih! Bisa-bisanya dia tidak menatapku kagum. Apa dia berusaha menahan atau tau tempat, kalau lagi di lingkungan sekolah?" monolog Jennie, dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa dia berpikiran akan hal itu.


Seharusnya ia senang karena tidak ada yang menatapnya seperti orang-orang kebanyakan, kan memang itu yang sangat dia inginkan selama ini. Tetapi entah kenapa Jennie merasa kesal jika Lisa yang memperlakukan nya seperti itu.


"Keren! Dia bisa tau hanya dengan ngeliat mata gue," heboh Lisa, sekarang ia sedang berjalan menuju kearah kantin di mana teman-temannya berada.


"Apa penampilan gue terlalu keliatan kayak cowok nakal, yaa?" Lisa terus saja bermonolog, ia sampai harus melihat penampilan nya, apakah ada yang aneh.


"Tapi perasaan tadi sikap gue selow aja. Akh! Apa dia berusaha nantangin gue?" Betapa Lisa sangat berpikir keras saat ini di buat wanita angkuh menurutnya. Ia sampai berpikir jika Jennie menantangnya.



                _THE MADAME AT SCHOOL_




"Jadi bagaimana? Apa sekarang dia sudah keliatan ada kedekatan dengan laki-laki?" bisik Park Min-young , sekarang mereka sedang mengobrol di Cafetaria depan sekolah.


Wendy menggeleng, terasa berat baginya. "Hum! Aku rasa tidak ada, Tante. Dia sangat fokus sama kariernya," jawab Wendy dengan lesu. "Apa perlu aku carikan lelaki buat dia?"


Perubahan raut wajah kesal Park Min-young setelah mendengar anak bungsunya itu belum juga ingin memiliki kekasih.


"Ish! anak itu, mau sampai kapan dia menutup hatinya?" gerutu Park Min-young sejurus ia nampak berpikir. "Begini saja, tidak perlu mencarikan dia lelaki nanti dia curiga. Tapi kamu cukup bantu dia kalau sekiranya dia terlihat lagi dekat dengan lelaki!"


Wendy tersenyum, ide Park Min-young cukup bagus menurutnya. "Boleh Tante, nanti aku coba bantu dia."



"Mari kita lihat apakah ada orderan hari ini?" Monolog Lisa, dia meraih ponsel di atas meja belajarnya.


Mendapati ada notifikasi dari nomor baru. Jika sudah begini, itu artinya ada yang membutuhkan jasanya pada saat ini. Pesan itu berisikan alamat yang akan Lisa tuju nanti malam.


"Akhirnya bisa isi dompet lagi." gumamnya, lantas melirik arloji dan mendapati sudah pukul empat belas.

"Siap-siap dulu, Akh!" Ia pun langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.


Tepat pukul empat belas tiga puluh Lisa berangkat menggunakan taksi untuk menemui orang yang akan menyewa jasa nya hari ini.


Sesampainya disana Lisa melihat seorang wanita cantik sudah menunggunya duduk di Restoran seorang diri. Dia tersenyum kearah wanita cantik itu, lalu dengan sigap Lisa berjalan mendekatinya.


"Hai, kamu sudah lama nungguin ya?" tanya Lisa dengan intonasi lembut. Senyuman manis diwajahnya masih terlihat.


Wanita itu hanya memberikan senyuman. Ia cukup terpesona dengan Lisa yang memilik aura menawan.


"Sini duduk! Kamu sudah makan?" Ia menarik pergelangan tangan Lisa untuk segera duduk disampingnya. Lisa hanya menurut dengan apa yang wanita itu lakukan. Kepalanya mengangguk, untuk menjawab pertanyaan dari wanita itu.


"Ternyata kamu memang tampan di lihat secara langsung ya..." ucap sang wanita, di elusnya pipi kiri Lisa. Terlihat wanita itu begitu berbinar menatap orang disampinnya dengan kagum.


Jangan kira Lisa akan grogi menerima perlakuan dari wanita cantik itu. Tidak! dia tidak grogi sama sekali, karena baginya sudah terbiasa akan hal itu. Malahan dengan mudah Lisa memegangi tangan wanita itu sangat mesra, seperti pasangan.


Beginilah kegiatan Lisa jika sedang menjalankan pekerjaannya. Ia harus sigap untuk melakukan tugasnya. Sekarang mereka sedang berjalan bergandengan tangan menuju Mall karena tugas Lisa hari malam ini adalah  menemani wanita itu shopping. Menyusuri setiap sudut Mall sambil sesekali mampir melihat-lihat barang yang wanita itu inginkan.


Sedangkan di lain sisi, di tempat yang sama. Mereka; Jennie, Jisoo, Rosé, Irene dan Wendy baru saja sampai di Mall. Jisoo yang punya ide, untuk mengajak wanita-wanita itu pergi berbelanja bersama. Terlihat mereka sedang berbincang-bincang dengan gelak tawa di wajah mereka masing-masing.


"Girls, kesana yuk!" ajak Rosé menunjuk kearah timezone.


Irene sudah tidak heran dengan hoby Rosé. "Rosé, kita sudah dewasa. Kamu gak sadar?" gemas Irene sampai mendayu kata Rosé.


Rosé hanya bisa memoutkan bibir mendengar ucapan fakta dari Irene. Tapi ia sangat ingin bermain disana. Bukan hanya anak kecil saja kan, yang bisa pergi ke timezone?


"Tunggu dulu!" ujar Jisoo setelah menyadari bahwa dia mengenali seseorang di ujung sana. 


"Kak Irene, Bukannya dia anak sekolah yang aku tabrak kemarin? Apa kakinya sudah sembuh?" Matanya menyincing menatap kearah Lisa, yang sekarang sedang bersama seorang wanita, sepantaran mereka.


Irene, Rosé dan Wendy dengan dengan cepat menoleh kearah pandangan Jisoo, lantas mendapati Lisa bergandengan tangan dengan seorang wanita.


Irene menyipitkan matanya. "Iya itu dia! Siapa wanita itu? jangan-jangan?" Irene refleks menutup mulutnya setelah menyadari wanita yang bersama Lisa sepantaran dengan mereka. 


"Pacarnya? Lihat! mereka gandengan." pekik Irene, mengira wanita itu pasti kekasih Lisa.


"Dia muridku di sekolah." Rosé menimpali, menatap Jisoo dan Irene secara bergantian.
Wendy mulai sadar akan sesuatu.


"Sepertinya dia orang yang ber pas-pasan denganku tadi pagi di lorong sekolah," Wendy mencoba mengingat-ingat kembali. "Ya, benar! Dia yang mencari ruangan Jennie." Tambahnya, membuat Jennie yang sedari tadi tidak penasaran langsung menoleh cepat kearah tatapan ke empat wanita di depannya.


Dengan sembunyi-sembunyi Jennie berusaha melihat Lisa dan seorang wanita bersamanya, yang sekarang sedang bergandengan tangan. Jennie tidak mau kalau-kalau ketahuan orang-orang yang bersamanya, jika seorang Jennie penasaran akan hal-hal yang berbau pasangan.


Tidak terasa hari semakin petang. Sekarang kelima wanita cantik itu sedang menikmati Cake dan minuman starbucks.


"Aku ketoilet dulu." pamit Jennie yang kini sudah berdiri.


"Perlu teman?" tawar Wendy.


Jennie hanya menjawab dengan gelengan sambil tersenyum tipis. Ia berjalan keluar, untuk pergi mencari toilet sambil menoleh kesana kemari entah apa yang Jennie cari tetapi tidak juga ia temui. Merasa tidak melihat apa yang ia inginkan, dengan memelas Jennie menuju toilet.


Tetapi secara tidak sengaja Jennie terhenti di persimpangan yang mengarah di tangga darurat. Matanya melotot tidak percaya setelah menyadari dirinya menyaksikan langsung seorang wanita yang sedang menciumi pria dengan penuh nafsu.


"Apa-apaan ini?!" batin Jennie, berniat memalingkan wajahnya tetapi ketika pria yang sedang dicumbui wanitanya itu menatap kearahnya, dengan sengaja Jennie malah memperhatikan kegiatan mereka.

Wajahnya memerah menahan emosi, entah kenapa Jennie sangat kesal ketika mengetahui pria itu adalah murid yang jelas-jelas tidak dirinya suka.


"Cih! Dia memang nakal! Ternyata wanita itu pacarnya." Lagi-lagi Jennie membatin.






                 _THE MADAME AT SCHOOL_






THE MADAME AT SCHOOL - BAB 10. LISA DIUSIR DARI SEKOLAH?

  BAB 10. Lisa Diusir Dari Sekolah?            Di pelajaran pertama kelas 12 Sains ialah Fisika. Semua murid sudah siap dengan bukunya masin...